Rabu, 31 Maret 2010

makalah

content="Microsoft Word 12">

Proses Pembelajaran Siswa Tuna Rungu

di SDLB (Sekolah Dasar Luar Biasa)

KATA PENGANTAR

Patut kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan dan rahmat-Nya, sehingga makalah yang berjudul “Proses Pembelajaran Siswa Tuna Rungu” ini dapat selesai tepat pada waktunya. Makalah ini merupakan perwujudan dari sebuah tugas yang diberikan oleh Guru Pembimbing Bahasa Indonesia.

Bahasa yang kami gunakan adalah bahasa yang lazim digunakan, agar pembaca dapat dengan mudah memahaminya.

Akhir kata “ Tiada Gading yang Tak Retak”, demikian pula dengan hasil laporan kami, maka dari itu saran dan kritik, kami nantikan demi untuk membangun kreatifitas kami.

Watansoppeng, Maret 2010

Penyusun

İ

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di dunia ini tidak ada manusia yang sempurna, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Sebagai manusia normal, kita harus mensyukuri apa yang dianugrahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Seorang anak atau siswa yang normal, tentunya mereka dapat memilih sekolah atau bersekolah di sekolah yang biasa atau umum, sedangkan bagi anak yang kurang normal atau cacat, baik cacat tubuh ataupun cacat mental, maka perintah menyediakan sekolah khusus, yakni SDLB/SLB (Sekolah Dasar Luar Biasa / Sekolah Luar Biasa).

Satu- satunya sekolah khusus anak cacat di Kabupaten Soppeng yaitu SDLB yang berlokasi di jalan Kayangan, sedangkan bagi anak yang tamat SDLB, dapat melanjutkan ke sekolah khusus yang sederajat dengan SMP/SLB yang terdapat di Cabbenge.

Dengan adanya SDLB, maka anak yang tidak normal atau cacat, dapat juga memperoleh pendidikan dan dapat belajar untuk hidup mandiri.

B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimanakah proses pembelajaran siswa tunarungu di Kabupaten Soppeng?

C. TUJUAN

Untuk mengetahui proses pembelajaran bagi siswa yang tunarungu di Kabupaten Soppeng. Serta cara mengajar guru-guru disana.

1

BAB 2

PEMBAHASAN

Pada hari senin, kami mengadakan penelitian di SDLB (Sekolah Dasar Luar Biasa) yang berlokasi di jalan Kayangan. Pada penelitian ini kami mengkhususkan pengamatan bagi siswa tunarungu (tidak mampu mendengar).

Adapun yang membedakan SDLB dengan Sekolah Dasar pada umumnya adalah:

1. Pada hari Senin, sekolah tersebut jarang melaksanakan upacara, hal ini disebabkan karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan.

2. Di sekolah tersebut, kelas-kelasnya dibedakan menurut cacat yang diderita oleh siswa tersebut, seperti:

* Kelas A, khusus untuk tunanetra

* Kelas B, khusus untuk tunarungu

* Kelas C, khusus untuk tunagrahita

* Kelas D, khusus untuk tunadaksa

3. Biasanya dalam satu kelas terdiri dari 2 atau 3 siswa.

4. Di sekolah tersebut juga terdapat asrama yang menampung siswa yang kurang mampu atau tempat tinggalnya yang jauh.

5. Walaupun terdapat tata tertib, banyak siswa yang melanggar atau bahkan semuanya tidak mematuhi tata tertib tersebut, hal ini disebabkan karena siswa yang belum mengerti meskipun guru-guru selalu member nasehat secara berulang-ulang.

Siswa tunarungu di SDLB berjumlah 5 orang. Adapun guru yang kami wawancarai bernama

Ruslan, S.pd. beliau banyak mengalami kesulitan, karena para guru melihat dari kemauan siswa tersebut , kalau mereka merasa bosan, mereka tidak akan dipaksa untuk belajar, karena jika dipaksa mereka akan menangis. Salah satu kendala yang lain misalnya, jika siswa tunarungu melihat temannya sedang berolahraga, maka diapun ingin juga berolahraga. Jika mereka tidak belajar guru memberikan kegiatan seperti menggambar atau membuat sesuatu yang mereka sukai.

Adapun cara berkomunikasi siswa tunarungu dengan gurunya, yaitu dengan bahasa isyarat. Bahasa isyarat tersebut dimulai dari a-z, dengan menggunakan tangan. Alat-alat yang juga digunakan dalam proses pembelajaran seperti, cermin, kertas, hearing aid, dan kamus. Banyaknya alat-alat yang digunakan disebabkan anak tunarungu tersebut tidak hanya bisa mendengar, tetapi juga tidak bisa berbicara atau mengeluarkan suara. Tetapi ada siswanya yang bisa berbicara.

Khusus untuk kelas 1, guru pengajarnya yaitu Ruslan. Materi yang diberikan hanya berupa lambang bilangan dan abjad. Materi yang diberikan dibatasi oleh guru karena lambatnya pemahaman bagi siswa yang tunarungu.

Untuk kelas 6 , guru yang mengajar adalah Hj.Suhartini. Pada kelas 6 siswa sudah lancar membaca, menghitung dan sebagainya. Ketika guru mengajar, juga menggunakan kamus yang berisi isyarat-isyarat atau gerakan-gerakan yang digunakan untuk berinteraksi dengan siswa yang tunarungu.

2

BAB 3

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. SDLB merupakan sekolah khusus untuk anak cacat yang metode pembelajarannya memiliki kesamaan dengan sekolah dasar pada umumnya, namun juga memiliki banyak perbedaan.

2. Proses belajar mengajar atau pembelajaran bagi siswa yang tunarungu memerlukan waktu yang cukup lama dan berbagai macam alat.

3. Guru merangkap sebagai pengajar, teman bermain, dan perawat.

B. SARAN

* Kita tidak boleh memandang sebelah mata kepada anak cacat khususnya anak tunarungu, karena mereka juga dapat melakukan sesuatu hal yang membanggakan.

* Sebaiknya alat-alat yang digunakan untuk proses belajar mengajar lebih dilengkapi agar pembelajaran berlangsung dengan lancar.

* Alat bantu dalam proses belajar mengajar harus dirawat dengan sebaik-baiknya.

* Pengajar siswa tunarungu perlu kesabaran untuk membimbing atau mengajar siswanya.

3

DAFTAR ISI

Kata pengantar………………………………………………………………………………………………………………………….İ

Daftar isi…………………………………………………………………………………………………………………………………...İİ

Bab 1……………………………………………………………………………………………………………………………….1

Latar belakang…………………………………………………………………………………………………………......1

Rumusan masalah………………………………………………………………………………………………………..1

Tujuan …………………………………………………………………………………………………………………………1

Bab 2………………………………………………………………………………………………………………………………2

Bab 3……………………………………………………………………………………………………………………………....3

İİ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

JANGAN LUPA KOMENTAR NYA YANG MEMBANGUN